Shamitabh, tentang Kekuatan Sebuah Aliansi

Banyak cara untuk mengusir sepi kala malam tiba. Di samping membaca buku, saya kerap melakukannya dengan menonton film. Tak harus ke bioskop, ada banyak aplikasi yang dapat memanjakan hasrat orang-orang menonton sinema lewat gawai. Ada Netflix. Pun ada Vidio. Dan lain-lain.

Semalam saya menonton film Hindustan berjudul “Shamitabh”. Film yang rilis pada tahun 2015 ini, bercerita ihwal dua orang yang masing-masing merasa dirinyalah yang lebih hebat dalam sebuah aliansi.

Adalah Daanish, yang merupakan seorang anak dari penjual gorengan yang tinggal di kampung. Daanish memiliki kegemaran menonton film Bollywood. Hal tersebut membuatnya bercita-cita untuk menjadi seorang bintang.

Setelah kepergian ibunya, ia mengadu nasib ke Mumbai untuk menjadi seorang aktor dengan bakat akting yang dimilikinya. Tak mudah untuk menggapai mimpinya.

Daanish harus melewati berbagai rintangan yang kemudian membawanya kepada seorang asisten sutradara bernama Aakshara. Aakshara sangat menyukai akting Daanish, namun mengidap kebisuan menjadi masalah yang cukup besar untuknya.

Lalu, Aakshara membawa Daanish ke Finlandia untuk menjalani sebuah uji coba teknologi baru kedokteran. Di tenggorokan Daanish dimasukkan sebuah chips yang bisa mengeluarkan suara layaknya orang berbicara tapi dengan bantuan orang lain.

Caranya, sang pemilik suara asli diberi alat di telinganya. Alat tersebut bisa mentransfer suaranya ke chips yang dipasang di tenggorokan Daanish sehingga apa yang diucapkan oleh pemilik suara itu seolah-olah keluar dari mulut Daanish.

Maka dicarilah suara yang pas untuk Daanish. Ketemulah orang dengan suara yang sangat khas, yakni Amitabh Sinha — dibintangi aktor gaek legendaris india: Amitabh Bachchan –, laki-laki tua, pemabuk, keras kepala, frustasi, yang gagal sebagai aktor. Untuk menambah nilai komersial, Daanish mengubah namanya menjadi SHAMITABH, yang merupakan gabungan dari DaaniSH dan AMITABH.

Amitabh Sinha selalu mendampingi ke mana pun Daanish pergi. Publik mengenal Amitabh sebagai asisten Daanish. Dan dalam setiap Daanish berakting, secara diam-diam dari kejauhan Amitabh Sinha mengisi suara melalui transfer. Dengan tubuh yang tidak terlalu besar tapi bersuara basnya Amitabh, menciptakan keunikan tersendiri di mata penggemar film. Maka jadilah Daanish alias Shamitabh menjadi bintang besar.

Namun, dari situlah konflik mulai terjadi. Masing-masing, Daanish dan Amitabh, merasa dirinyalah yang paling berhak atas kesuksesan itu.

“Tanpa suaraku, kau bukan siapa-siapa,” aku Amitabh.

“Tanpa aku, suaramu tidak ada,” balas Daanish.

Puncak konflik terjadi, saat dalam sebuah kunjungan ke luar negeri, Amitabh yang tengah mabuk merusak fasilitas umum dan bentrok dengan aparat keamanan. Hal itu menjadi pemberitaan besar di seluruh dunia bahwa asisten bintang besar melakukan tindakan tak terpuji.

Pada saat diwawancara oleh berbagai media, Daanish, yang tentu saja suaranya diisi oleh Amitabh, memberikan statement yang di luar kendali Daanish. “Saya tidak malu asisten saya melakukan tindakan perusakan itu,” ujar Shamitabh alias Daanish dengan suara Amitabh itu. Publik pun kaget dengan pernyataan Shamitabh.

Di belakang layar, Daanish dan Amitabh bertengkar hebat. Daanish merasa Amitabh telah berbuat merugikan karir dirinya dengan mengucapkan kalimat itu. Amitabh pun merasa dirinya benar. Dia merasa berhak mengucapkan kata-kata yang ingin dia ucapkan. Keduanya akhirnya pecah kongsi.

Daanish mulai meniti karir tanpa bantuan suara Amitabh. Bersama Aakshara, mereka membuat film dengan Daanish berperan sebagai aktor bisu. Namun film itu gagal di pasaran. Amitabh pun mencoba keberuntungan dengan mengisi suaranya kepada aktor lain. Hasilnya setali tiga uang dengan Daanish, jeblok.

Keduanya akhirnya menyadari, tanpa bantuan satu sama lain mereka bukan siapa-siapa. Keduanya pun berdamai. Mereka merayakan perdamaian itu di dalam mobil. Namun terjadi kecelakaan. Daanish meninggal dunia. Amitabh terluka tetapi nyawanya tertolong. Namun sayang, ia kehilangan suaranya alias menjadi bisu.

Di atas makam Daanish, Amitabh merutuki dirinya. Ia membenarkan kata-kata yang pernah diucapkan Daanish, “Tanpa aku, suaramu tidak ada.”

Kisah tentang mana yang lebih hebat dalam sebuah aliansi, pernah terjadi antara pembalap legendaris motoGP, Valentino Rossi, dengan Honda. Di MotoGP, Rossi memenangkan tujuh gelar juara dunia.

Pada tahun 2001 hingga 2003, Rossi sukses memenangkan tiga kali gelar juara dunia secara beruntun. Rossi melakukannya bersama Honda pada saat itu. Namun, masih ada komentar-komentar miring mengenai dirinya karena menurut sejumlah orang, Rossi hanya menang karena punya motor terbaik di Honda. Pihak Honda pun beranggapan, Honda-lah yang hebat alih-alih Rossi.

Namun berbeda dengan kisah di film Shamitabh di atas, Rossi berhasil membuktikan kehebatan dirinya dengan pindah ke Yamaha yang pada saat itu tengah terpuruk. Rossi kembali berhasil menjadi juara dunia pada tahun 2004.

Lalu bagaimana kira-kira yang akan terjadi antara Megawati dengan PDIP-nya dan Jokowi. Apakah masing-masing akan bernasib sama dengan Daanish dan Amitabh? Atau Jokowi akan seperti Rossi. Waktu akan menjawab.

Pekanbaru, 16 Februari 2024

NB:
Membaca ini, anak saya, si bungsu menambahkan analogi hubungan aliansi. Yakni antara Barcelona dan Lionel Messi. Katanya, waktu masih di Barca, Messi pernah berujar, “Barca tanpa saya akan tetap menjadi klub terbaik, tapi saya tanpa Barca tidak akan jadi apa apa.”

Kenyataannya, masih menurut anak saya, sepeninggal Messi, Barca kini terpuruk. Sedangkan Messi masih tetap berada di papan atas. Di dua klub terbarunya, PSG dan Inter Miami CF, Messi dua kali mendapat predikat sebagai pemain terbaik oleh FIFA dan dua kali trofi Ballon d’Or.

Ballon d’Or merupakan ajang penghargaan sepak bola individu tahunan tingkat dunia yang diselenggarakan oleh majalah olahraga asal Prancis, France Footbal.

Ini sebuah kisah perihal kerendahan hati seorang Messi.

Adakah Jokowi akan menjadi seperti Daanish, Rossi, atau Messi? Kita tunggu sahaja.

Tinggalkan komentar