Gandhi My Father: Bapak Bangsa di Mata Anaknya

“Kau bisa memotongku menjadi beberapa bagian. Tapi aku tidak akan menjadi pihak yang bersedia untuk India yang terpecah.”

Dua hari terakhir ini, berturut-turut saya menonton dua film India tentang Mahatma Gandhi. Yang pertama berjudul “Gandhi My Father”. “Hey Ram” adalah judul yang kedua.

Film pertama, ceritanya bersentral pada kehidupan anak Gandhi bernama Harilal. Film kedua bercerita tentang terbunuhnya Gandhi. Cerita berpusat pada keluarga bernama Ram. Saya akan mengulas sedikit ihwal film pertama. Kalau tak ada aral yang melintangi, film kedua pun akan saya bahas.

Harilal merupakan anak tertua dari Mohandas Karamchand Gandhi atau yang dikenal dengan Mahatma Gandhi. “Mahatma merupakan sebutan untuk “Yang Terhormat”. Masa kecil Harilal berpindah-pindah tempat mengikuti karir ayahnya.

Harilal merasa ayahnya kurang memperhatikan pendidikan anaknya. Ayahnya lebih mementingkan pergerakan politiknya demi memerdekakan India dari kekuasaan Inggris, dengan cara tanpa kekerasan.

Beberapa kali Harilal mendapat kesempatan memperoleh beasiswa sekolah di Inggris tetapi ayahnya menolak. Gandhi memberikan beasiswa itu kepada orang lain. Alasannya, beasiswa ini diberikan oleh pemerintah untuk kepentingan India. Di mata Gandhi, Harilal tak pantas mendapatkan itu.

Akibat merasa selalu diabaikan, Harilal melepaskan diri dari perjuangan ayahnya. Ia menjalani kehidupan bersama istrinya, Gulab, dan anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Ia mulai meniti bisnis. Tetapi selalu gagal. Beberapa kali berurusan dengan hukum. Ayahnya alih-alih membela malah meminta kepada yang berperkara agar Harilal dihukum. Alasannya agar Harilal bisa belajar.

Harilal semakin frustrasi. Ia menjadi pecandu alkohol dan sempat pindah agama Kristen, lalu Islam. Namun kebiasaan mabuk tak juga lepas dari kehidupannya. Ia akhirnya kembali ke agama lamanya, Hindu.

Beberapa bulan setelah ayahnya terbunuh, Harilal ditemukan oleh orang-orang tak sadarkan diri di suatu tempat. Dibawa ke rumah sakit, tak lama meninggal. Ia meninggal dalam keadaan miskin papa dan tak dikenali orang.

Mahatma Gandhi dikenal sebagai Bapak Bangsa India. Namun di mata anaknya, ia orang tua yang gagal. Di mata penganut Hindu garis keras, Gandhi juga dituduh sebagai penyebab terbentuknya negara Islam Pakistan. Beberapa kali Gandhi menampik tuduhan itu, hingga keluarlah kalimat yang saya kutip di awal tulisan.

Gandhi juga menegaskan cintanya persatuan India dengan ungkapan lain. “Ada dua penyesalan terbesar dalam hidupku. Yang pertama adalah anakku, Harilal, dan yang kedua adalah temanku, Muhammad Ali Jinnah. Mereka tidak mau mengikuti ucapanku.”

Muhammad Ali Jinnah merupakan teman seperjuangan Gandhi dalam memerdekakan India dari tangan Inggris. Gandhi dari partai berbasis nasionalis dan Hindu sedangkan Jinnah dari partai berbasis Islam. Namun akhirnya, Jinnah dan pengikutnya memilih memisahkan diri dari India hingga terbentuklah negara Pakistan.

Mahatma Gandhi mengabdikan seluruh hidupnya dan keluarganya untuk kepentingan India yang merdeka. Mengabaikan kepentingan anak-anak kalau tak sejalan dengan perjuangannya.

Setelah menonton film ini dan mencari sumber literasi lain, saya baru tahu. Ternyata dinasti Gandhi yang pernah berkuasa dan menjadi politikus India, bukan keturunan dari Mahatma Gandhi.

Perdana Menteri Indira Gandhi adalah anak dari Jawaharlal Nehru (PM Pertama India), tidak ada pertalian biologis dengan Mahatma Gandhi. PM Rajiv Gandhi adalah anak Indira Gandhi. Politikus Sonia Gandhi adalah istri Rajiv, yang bahkan bukan orang India. Sonia berasal dari Italia. Politikus Rahul Gandhi adalah anak Rajiv-Sonia.

Mahatma Gandhi adalah manusia luar biasa. Bukan manusia pada galibnya. Kalau pada umumnya, orang akan lebih mementingkan kebahagiaan anak-anak dan kerabat terdekatnya.

Saya pun begitu. Anak sendiri dimutasi menjauh dari istrinya pun tak rela. Berkoar di mana-mana hingga bikin orang lain muak. Tak mau mengalami nasib seperti bapaknya yang terpisah dari orang-orang tercintanya lebih dari enam tahun.

Beruntung saya tak jadi penguasa di negeri ini.

Pekanbaru, 18 Februari 2024

Tinggalkan komentar